LAPORAN BUDIDAYA TANAMAN JAGUNG
BAB
1. PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang
Jagung (Zea mays L)
memiliki peran penting dalam pemenuhan kebutuhan pangan nasional dan
internasional setelah beras dan gandum. Jagung merupakan tanaman yang umumnya
ditanam di wilayah dataran rendah, baik di tanah tegalan, sawah tadah hujan
serta ditanam di dataran tinggi. Untuk pengembangan jagung, penggunaan benih
unggul dan bermutu tinggi menjadi salah satu upaya yang terus dikaji dan
disebarluaskan ke petani. Jagung sampai saat ini masih merupakan komoditi
strategis kedua setelah padi karena di beberapa daerah, jagung masih merupakan
bahan makanan pokok kedua setelah beras. Sudaryanto et al (1995)
dalam Amin (2012) mengemukakan bahwa masalah utamu dalam upaya peningkatan produksi
jagung nasional adalah adanya varietas unggul nasional yang masih lambat. Paket
teknologi spesifik lokasi belum banyak tersedia, serta jaminan pasar dan harga
jagung yang belum menarik bagi produsen.
Peningkatan jumlah
penduduk memiliki peran penting yang melatar belakangi semakin meningkatnya
permintaan akan produski jagung, dengna jumlah penduduk yang tidak seimbang
dengan pertumbuhan produksi jagung nasional menyebabkan dilakukannya impor
bahan baku jagung. Peralihan lahan menjadi lahan non pertanian memicu semakin
melemahnya produksi jagung di Indonesia saat ini. Selain komoditas jagung
sebagai bahan baku industri domestik semakin meningkat dengan semakin banyaknya
industri makanan ternak, industri minyak jagung dan produksi ethanol. Berbagai
jenis jagung telah ditanaman di Indonesia untuk mendukung pemenuhan bahan baku
berbahan dasar jagung. Jenis jagung yang ada antara lain jagung hibrida, jagung
manis, dan jagung jenis pop corn. Tanaman jagung termasuk dalam tanaman C4
dimana jenis tanaman ini tidak menghendaki adanya naungan, artinya tanaman
jagung menghendaki penyinaran sehari penuh. Manfaat jagung dapat berguna dalam
berbagai kehidupan manusia diamana jagung memilik kandungan karbohidrat dan
protein yang tinggi dan sangat baik dijadikan bahan pengganti bahan baku beras
(nasi). Sentra jagung di Indonesia terdapat pada daerah Jawa Timur, Jawa Barat,
Jawa Tengah, dan Yogyakarta, Sulawesi selatan, Sulawesi utara, Nusa Tenggara
Timur, dan Maluku. Meskipun demikian namun pada fakta yang ada di lapangan
bawha petani dihadapkan pada berbagai kendala dalam teknis budidaya tanaman
jagung. Berbagai kendala tidak dapat dihindari. Kendala tersebut mencakup
hubungannya faktor biotik dan abiotik yang saling berkesinambungan satu dengan
yang lain.
Faktor iklim memiliki
peran yang sangat penting dan vital dalam budidaya tanaman jagung, terutama di
Indonesia. Berdasarkan umur tanaman jagung dibadi menjadi 3 jenis yaitu a)
Jagung berumur pendek, dimana umur tanaman antara 75-90 hari, b) jagung berumur
sedang yaitu umur tanaman 90-120 hari, c) jagung berumur panjang dengan umur
tanaman lebih dari 120 hari. Tanaman jagung memiliki syarat tumbuh yang tidak
jauh berbeda dengan tanaman serealia lainnya. Berdasarkan iklimya tanaman
jagung menghendaki iklim sedang hingga iklim sub tropis atau tropis basah.
Jagung dapat tumbuh pada daerah 0-5 derajat LU hingga 0-40 derajat LS.
Sedangkan curah hujan yang dikehendaki tanaman jagung adalah 100-200 mm per
bulan atau 1200-2400 mm per tahun. Suhu yang dikehendaki tanaman jagung antara
21-34 0C dan suhu idealnya adalah antara 23-27 0C.
media tanam yang cocok untuk tanaman jagung adalah tanah yang subur, gembur,
cukup mengandung bahan organik. Jenis tanah yang dapat ditanami jagung adalah
tanah andosol, tanah berpasir, dan latosol dengan keasaman tanah pada pH 5-6
hingga 7-5. Sedangkan pada kesesuaian lahannya tanaman jagung dapat ditanaman
pada lahan dengan tingkat kemiringan sekitar 8%. Ketinggian tempat
menjadi hal penting yang harus diperhatikan oleh petani, dimana tanaman jagung
dapat tumbuh pada dataran rendah hingga pegunungan yang memiliki ketinggian
antara 1000 – 1800 Mdpl dimana pada ketinggian 0 – 600 merupakan tinggi tempat
yang baik bagi tanaman jagung. Maka dari itu pengetahuan tentang manajemen
pertanian tanaman jagung sangat penting untuk dipelajari.
1.2 Tujuan
1. Mahasiswa
dapat memahami dan mempelajari teknik budidaya tanaman jagung
2. Melatih
keterampilan mahasiswa dalam menentukan komponen-komponen budidaya yang baik
bagi tanaman jagung.
BAB
2. TINJAUAN PUSTAKA
Jagung transgenik hibrida
mampu menghasilkan produksi rata-rata 13 ton per ha dipengaruhi oleh nutrisi
tanaman yang diberikan. Ketika melakukan pemupukan aspek utama nutrisi tanaman
penting untuk memahami dan mengelola produksi jagung dan kaitannya dengan jumlah
dari nutrisi mineral mengingat bahwa perlu diperoleh selama musim tanam,
disebut sebagai "total serapan hara," atau nutrisi yang dibutuhkan
untuk produksi, dan jumlah yang nutrisi yang terkandung dalam tanaman. Menurut
Ross et al (2013) dalam 50 tahun terakhir, jumlah N, P, dan K
yang dibutuhkan untuk produksi dan jumlah nutrisi yang diserap oleh tanaman
memiliki hampir dua kali lipat di berbagai sistem manajemen yang digunakan.
Mobilitas nutrisi tanaman tidak seperti tanaman bahan kering, c nutrisi spesifik
memiliki mobilitas karakteristik yang memungkinkan mereka untuk dimanfaatkan
dalam satu jaringan, maka kemudian diangkut (remobilized) dan digunakan di
organ lain. Bagi banyak nutrisi, termasuk N, P, S, dan Zn, persentase yang
besar dari total serapan disimpan dalam biji jagung pada saat pembentukan biji.
Fosfor, misalnya, akumulasi lebih dari satu-setengah dari total serapan setelah
VT / R1 dan remobilized sebagian di transfer pada daun dan tangkai jaringan.
Penggunaan pupuk dioptimalkan pada fase pembungaan dan pembentukan biji.
Pemupukan tanaman jagung
memerlukan konsentrasi di atas level S 10 ppm untuk mencukupi kebutuhan tanaman
akan nutrisi yang digunakan selama fase pertumbuhan. Aplikasi pupuk dengan
unsur S telah ditemukan di percobaan tes tanah, memprediksi respons tanaman
terhadap aplikasi S pada tanah di Midwest USA. Pasokan unsur S pada tanaman
tersedia terkait dengan lebih dari konsentrasi SO4-S di atas 6-in. Berdasarkan
uji kandungan tanah, dimana kondisi tanah kurang subur maka perlu dilakukan
pemupukan. Tanah organik materi memiliki hubungan agak lebih baik untuk
menghasilkan respon, tapi untuk alasan yang sama tidak jelas membedakan antara
tanaman yang responsif dan non-responsif. Hasil ini berhubungan dengan
kombinasi kompleks lingkungan, tanah, dan faktor tanaman yang menghasilkan
kekurangan atau memadai terhadap ketersediaan unsur S. pengamatan visual yang
tersedia dari gejala defisiensi dapat menyebabkan memperbaiki penentuan respon
S. Namun, kekurangan unsur S tidak menunjukkan gejala defisiensi (John et
al 2011).
Pengairan pada tanaman
jagung melalui teknik pengairan sangat berpengaruh terhadap hasil gabah jagung
dari tiga perawatan irigasi tidak signifikan berbeda. Hasil ini menunjukkan
bahwa kelembaban tanah di lahan bisa habis sampai 50% sebelum irigasi
diterapkan tanpa secara signifikan penurunan hasil panen. Hal ini juga
menunjukkan rata-rata aplikasi air musiman adalah 70, 106, dan 216 cm ha yang
diberikan. Demikian pula, pada tahun 2007, rata-rata aplikasi air musiman 40, 77,
dan 123 cm per ha. Air rendah aplikasi selama pertumbuhan vegetatif panggung
untuk 0,5 pengobatan FC kontribusi untuk tinggi tanaman lebih pendek dan
diameter batang tetapi mengakibatkan tidak ada perbedaan yang signifikan dalam
hasil gabah dibandingkan dengan 0,7 FC dan stres air. Hasil ini
menunjukkan bahwa kelembaban tanah memungkinkan akan habis sampai 0,5 FC
sebelum memulai irigasi secara signifikan meningkatkan net kembali (tabel 1)
dan kelembaban tanah mengelola untuk menangkap curah hujan dapat membantu batas
aplikasi irigasi. Studi di barat daya Nebraska menunjukkan tidak ada perbedaan
yang signifikan yield ketika lebih dari 30,5 cm (12 in) dari air irigasi yang
diterapkan. Namun, penurunan kelembaban tanah tidak secara signifikan
mempengaruhi hasil produksi (Nelson, 2011).
Pemupukan tanaman jagung
memerlukan konsentrasi di atas level S 10 ppm untuk mencukupi kebutuhan tanaman
akan nutrisi yang digunakan selama fase pertumbuhan. Aplikasi pupuk dengan
unsur S telah ditemukan di percobaan tes tanah, memprediksi respons tanaman
terhadap aplikasi S pada tanah di Midwest USA. Pasokan unsur S pada tanaman
tersedia terkait dengan lebih dari konsentrasi SO4-S di atas 6-in. Berdasarkan
uji kandungan tanah, dimana kondisi tanah kurang subur maka perlu dilakukan
pemupukan. Berbagai jenis jagung yang ditanam di Indonesia berdsarkan umurnya
menurut Warisno (1998) adalah jenis jagung warangan, genjah kertas, abimanyu,
dan jenis arjuna. Jenis jagung berumur sedang antara lain jagung CP1, CP 2, dan
hibrida IPB 4. Sedangkan jagung berumur panjang antara lain jagung kania,
bastar kuning, harapan, dan bima. Menurut bentuk bijinya jagung gigi kuda yang
dicirikan dengan lekukannya pada bagian atas. Lekukan ini dapat terjadi pada
saat biji mengering dan terjadi pengerasan lapisan tepung sehingga biji
mengerut. Warna bijinya beranekaragam yaitu merah, kuning, dan wara putih.
Jagung manis atau sweeet corn merupakan jagung yang biasanya dikonsumsi sebagai
sayuran.
Kalimantan Barat
merupakan suatu daerah yang dinilai berpotensi dalam pengembangan komoditas
jagung, mengingat masih luasnya lahan yang belum dimanfaatkan. Produksi jagung
pada tahun 2008 mencapai 188,841 ton dengan luas panen 39.513 ha dan rata-rata
produksi 47,79 kw/ha (Dinas Pertanian Kalimantan Barat. 2008 dalam Agato dan
Narsih, 2011) tanaman jagung mudah tumbuh dikondisi tanah yang kurang subur,
sehingga tidak terlalu sulit untuk pengembangan budidaya tanaman tersebut.
Jagung merupakan komoditas konsumsi nasiomal yang dibutuhkan dan berperan
penting dalam penyediaan dan keseimbangan bahan pangan di Indonesia.
Berbagai kendala yang
dihadapi dalam budidaya tanaman jagung di lahan tegalan atau lahan kering, dan
perlu dilakukan pemenuhan unsur hara esensial bagi tanaman. Menurut Adisarwanto
& Yustina dalam Jemrish dkk, (2013) menyatakan bahwa nitrogen merupakan
salah satu hara makro yang menjadi pembatas utama produksi tanaman jagung di
lahan kering. Sedangkan pemupukan nitrogen dosis 92 kg/ha menghasilkan produksi
jagung 7,91 ton/ha. Salisburry & Ross (1995), fungsi nitrogen sangat
esensial sebagai bahan penyusun asam-asam amino, protein, dan klorofil yang
penting dalam proses fotosintesis dan penyusunan komponen inti sel yang
menentukan kualitas dan kuantitas hasil jagung. Pemupupukan sangat berpengaruh
terhadap hasil produksi tanaman jagung.
Salah satu usaha yang
dapat dilakukan untuk meningkatkan produksi tanaman jagung adalah dengan
memilih sistem pola tanam yang tepat. Sistem pola tanam dapat dilakukan dengan
monokultur atau polikultur. Penanaman secara monokultur dirasakan kurang
menguntungkan karena mempunyai resiko yang besar, baik dalam keseimbangan unsur
hara yang tersedia. Sedangkan penanaman dengan tumpang sari lebih memungkinkan
untuk menambah nilai ekonomis ushatani. Menurut Marliah dkk, (2010) Tumpangsari
(intercropping) merupakan pola tanam polikultur yang sering digunakan dalam
pembudidayaan tanaman, termasuk tanaman jagung manis.
Jagung manis tergolong
dalam tanaman monokotil artinya bahwa benang sari dan putik terletak pada
batang yang berbeda ttetapi pada satu tanaman yang sama. Berdsarkan tipe
bunganya, jagung manis yang berumah satu penyerbukannya adalah secara silang
dan produksi tepung sari oleh bunga jantan sangat banyak. Sehingga tersedia
jutaan tepung sari untuk menyerbuki biji pada jagung manis. Pertumbuhan dan
perkembangan jagung manis paling baik pada musi kemarau. Tanaman jagung manis
dapat beradaptasi di kodisi iklim yang luas pada 58 derajat LU hingga 40 LS
dengan rentang ketinggian hingga 3000 mdpl. Kondisi temperatur ynag dikehendaki
pada temperatur 21-22 0C. sedangkan untuk pertumbuhan bibit
suhu yang dikehendaki adalah 10-40 0C setelah berkecambah
(Syukur dan Riflianto, 2013).
Benih merupakan salah
satu faktor yang menentukan keberhasilan budidaya tanaman yang perannya tidak
dapat digantikan oleh faktor lain. Salah satu penyebab menurunnya produksi
jagung diakibatkan oleh kebiasaan petani dalam budidaya jagung menggunakan
benih yang ditanam turun temurun sehingga produksinya tidak optimal. Mutu benih
yang berasal dari varitas unggul ditanam bermutu (asli, murni, vigor, bersih
dan sehat) mampu mendukung peningkatan produksi jagung. Disamping benih unggul,
penggunaan pupuk berimbang dan pengendalian hama terpadu juga menjadi faktor
penting dalam meningkatkan produksi maupun prduktivitas tanaman jagung.
Sedangkan Pola tanam khususnya tanaman pangan disuatu daerah sangat dipengaruhi
oleh tipe iklim di daerah tersebut (Amin dan Zaenaty, 2012).
BAB
3. METODE PRAKTIKUM
3.1
Waktu dan Tempat
Kegiatan praktikum
budidaya tanaman pangan “Budidaya tanaman jagung” dilaksanakan pada hari Sabtu,
Tanggal 17 Oktober 2015 mulai pukul 10.00 WIB hingga selesai. Kegiatan
praktikum dilaksanakan di Fakultas Pertanian Universitas Jember.
3.2
Alat dan Bahan
3.2.1 Alat
1. Kamera
2. Alat
tulis
3.2.2 Bahan
1. Tanaman
jagung
3.3
Cara Kerja
1. Menentukan
lokasi areal pertanaman jagung yang akan dijadikan sebagai observasi lapang
budidaya jagung
2. Mengajukan
beberapa pertanayaan yang terdapat di quisioner
3. Mendokumentasikan
hasil observasi berupa foto
4. Membuat
laporan tertulis sesuai hasil observasi
BAB
4. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil
Berdasrkan hasil
observasi lapang Praktikum Budidaya Tanaman Pangan”Budidaya Tanaman Jagung ” di
Desa Jenggawah, Kecamatan Jenggawah Kabupaten Jember diperoleh hasil sebagai
berikut.
Tabel 4.1.1 Hasil
observasi lapang budidaya tanaman jagung
A. PROFIL
PETANI
No |
Uraian |
Keterangan |
1. |
Nama petani |
Bapak Matram |
2. |
Foto lokasi |
Lokasi di Desa Jenggawah, Kecamatan
Jenggawah Kabupaten Jember. |
3. |
Foto wawancara |
Wawancara dilakukan di lahan
pertanaman jagung milik Bapak Martam. |
4. |
Jenis jagung yang ditanam |
Varietas Hibrida (Pioner 2) |
5. |
Luas lahan yang ditanam |
250 m2 |
B. PERSIAPAN
BENIH JAGUNG
No |
Uraian |
Keterangan |
1. |
Syarat benih bermutu |
Terbebas dari hama dan penyakit dan
kotoran. |
2. |
Penyiapan benih sebelum tanam |
- |
3. |
Varietas yang digunakan |
Hibrida Pioner 2 |
4. |
Asal usul bahan tanam |
Membuat sendiri dari sebelumnya |
C. PENGOLAHAN
LAHAN
No |
Uraian |
Keterangan |
1. |
Mulai menggunakan lahan |
1990-an |
2. |
Penggunaan lahan sebelum / sesudah
tanaman jagung |
Jagung – padi - padi |
3. |
Teknik pengolahan tanah |
Tanpa olah tanah (TOT) |
4. |
Teknik pembajakan |
- |
5. |
Alat [engolahan tanah |
Cangkul dan kadang traktor |
D. TEKNIK
PENANAMAN
No |
Uraian |
Keterangan |
1. |
Pola tanam |
Pergiliran tanaman dengan padi |
2. |
Sistem budidaya |
Budidaya konvensional |
3. |
Jarak tanam yang digunakan |
75 x 20 cm |
4. |
Waktu penanaman |
Awal musim kemarau |
5. |
Jumlah benih per lubang |
1 butir |
6. |
Teknik penanaman |
Manual dengan cara tugal |
7. |
Alat yang digunakan menanam |
Bambu runcing dan sejenisnya |
E. PELAKSANAAN
PEMELIHARAAN TANAMAN
No |
Uraian |
Keterangan |
1. |
Umur penyulaman jagung |
7 hari setelah tanam |
2. |
Umur pelaksanaan penyiangan |
7 hari setelah tanam |
3. |
Teknik penyiangan jagung |
Manual, menggunakan alat |
4. |
Nama alat penyiangan jagung |
Sabit |
5. |
Teknik pengairan tanaman |
Sebelum tanam |
6. |
Asal sumber air |
sungai |
7. |
Jenis pupuk |
Anorganik = Urea 160 kg / ha |
8. |
Periode pemupukan |
Saat tanam dan 45 HST |
9. |
Waktu pemupukan |
Pagi hari |
10. |
Teknik pengendalian OPT |
Secara mekanik dan kimiawi |
F. PANEN
No |
Uraian |
Keterangan |
1. |
Waktu panen |
90 hari setelah tanam |
2. |
Kondisi tanaman sebelum panen |
Jagung sayur segar, kering |
3. |
Ciri-ciri tanaman siap panen |
Tongkol jagung mulai agak hijau tua
dan tongkol membesar |
4. |
Teknik pemenenan |
Tradisional |
5. |
Hasil produksi tanaman jagung |
1,5 – 2 kwintal per 250 m2 |
G. KELEMBAGAAN
PETANI
No |
Uraian |
Keterangan |
1. |
Kelompok tani |
Berdiskusi harga pasar, serangan Opt
dan seputar budidaya tanaman jagung dan pemasaran, serta harga jagung di
pasaran. |
4.2 Pembahasan
Jagung merupakan tanaman
pangan terpenting kedua setelah padi, namun produksi tanaman jagung masih belum
mampu mencukupi kebutuhan pangan nasional sehingga menyebabkan pemerintah harus
mengimpor jagung dari luar negeri untuk memenuhi pangan nasional. Peningkatan
produksi harus dilakukan untuk dapat memenuhi kebutuhan masyarakat. Peningkatan
produksi tanaman jagung dapat dilakukan dengan menerapkan teknologi pengelolaan
tanaman terpadu. Menurut Hadijah, (2010) bahwa usahatani jagung pada lahan
kering suboptimal dan lahan kering masam melalui pendekatan penelolaan tanaman
terpadu (PTT) jagung mampu meningkatkan produktivitas dan pendapatan petani
secara signifikan. Berbagai hasil penelitian telah menghasilkan teknologi budi
daya jagung dengan produktivitas 4,5-10,0 t/ha, bergantung pada potensi lahan
dan teknologi produksi yang diterapkan. Teknologi yang diterapkan harus
memenuhi lima kriteria, yaitu kelayakan agronomis, keuntungan yang akan
diperoleh, kompatibilitas (kesesuaian) dengan sistem usahatani (pola dan rotasi
tanam, peralatan, dan sumber daya), kompabilitas dengan prasarana-sarana,
ekonomi dan sosial masyarakat, dan dapat diterima secara sosial-budaya.
komponen teknologi yang relatif mudah digunakan untuk meningkatkan
produktivitas jagung di daerah yang tingkat produktivitasnya rendah (<5,0 t/
ha) adalah varietas unggul komposit atau hibrida. Hal tersebut dapat
difasilitasi melalui perbaikan sistem produksi dan distribusi benih,
pembentukan penangkar benih berbasis pedesaan, dan bimbingan penerapan PTT
jagung.
Peningkatan
produksi hasil panen jagung dapat dilakukan dengan upaya penambahan jumlah
input yang salah satunya adalah pupuk. Pupuk merupakan faktor penting dalam
peningkatan produksi jagung. Penambahan pupuk organik pada tanaman jagung
merupakan salah satu langkah untuk meningkatkan produksi, yang kaitannya dengan
kesuburan tanah. Armando, (2009) berpendapat bahwa pemberian pupuk organik
dapat memperpanjang daya serap dan simpan air, menggemburkan lapiasan tanah
sehingga dapat menigkatkan kesuburan tanah. Tanah yang subur dapat menyebabkan
akar tanaman dapat menembus lebih dalam dan luas sehingga tanaman lebih kuat
dan lebih mampu menyerap hara tanaman dan air lebih banyak sehingga pertumbuhan
dan hasil tanaman meningkat.
Penigkatan
produksi tanaman jagung dapat diupayakan melalui memperluas daerah panen,
sehingga semakin luas daerah panen maka semakin tinggi produksi yang diperoleh.
Menurut Bustami, (2012) Kalau kita lihat produksi jagung Indonesia dibandingkan
dunia, data Badan Pusat Statistik (BPS) dan Dirjen Tanaman Pangan Kementerian
Pertanian (Kementan) diperoleh bahwa produksi jagung nasional mencapai 17,6
juta ton pipilan kering dengan luas panen 4,8 juta hektar (ha). Diketahui dari
angka tersebut, produksi jagung Indonesia masih jauh dari Amerika Serikat dan
China, sebagai negara pengekspor jagung pertama dan kedua dunia. Dua negara
tersebut menyediakan 79,3 juta hektar dan 74,3 juta ha lahan untuk tanaman
jagung. Dari luas lahan 4.8 juta ha, indonesia masih mengimpor 3,144 juta ton,
sementara tahun 2010 hanya 1,9 juta ton. Sedangkan tahun ini, impor
diperkirakan hanya setengahnya, yaitu 1,5 juta ton jika target produksi
tercapai. Impor jagung selama ini dari Amerika Serikat, Brazil, Argentina,
India, Thailand, dan Myanmar. BPS memprediksi, produksi jagung nasional tahun
2012 diperkirakan sebesar 18,95 juta ton pipilan kering atau mengalami
peningkatan sebesar 1,30 juta ton dibandingkan 2011. Peningkatan produksi
diperkirakan di Jawa sebesar 0,80 juta ton dan di luar Jawa sebesar 0,51 juta
ton. Peningkatan produksi terjadi karena adanya perkiraan luas panen seluas
132,78 ribu hektar dan produktivitas sebesar 1,74 kwintal/hektar. Selain itu
menurut pendapat Sutoro, (2012) upaya peningkatan produksi jagung adalah
mengembangkan varietas unggul yang berdaya hasil tinggi dan adaptif pada
kondisi lingkungan tertentu. Benih unggul (Hibrida) merupakan salah satu faktor
yang menentukan keberhasilan peningkatan produksi jagung adalah kondisi benih
yang ditanam. Jagung hibrida mampu berproduksi lebih tinggi daripada jagung
bersari bebas. Hal ini dapat dipahami karena jagung hibrida memiliki gen-gen
dominan yang dapat mengekspresikan hasil tinggi berdasarkan heterosis.
Benih yang baik (unggul)
merupakan salah satu faktor yang berpengaruh besar terhadap produksi jagung
yang diperoleh. Maka dari itu pengadaan benih sebelum ditanam harus diketahui
beberapa teknik pengadaan benih antara lain mengetahui kualitas benih itu
sendiri. Tiga hal penting yang berkaitan dengan kualitas benih adalah 1) teknik
produksi benih berkualitas, 2) teknik mempertahankan kualitas benih yang telah
dihasilkan dan pendistribusian benih dan 3) teknik deteksi atau mengukur
kualitas benih. Selanjutnya, tiga kriteria kualitas benih yang perlu diketahui
adalah, a) kualitas genetik, yaitu kualitas benih yang ditentukan berdasarkan
identitas genetik yang telah ditetapkan oleh pemulia dan tingkat kemurnian dari
varietas yang dihasilkan, identitas benih yang dimaksud tidak hanya ditentukan
oleh tampilan benih, tetapi juga fenotipe tanaman, b) kualitas fisiologi, yaitu
kualitas benih yang ditentukan oleh daya berkecambah/daya tumbuh dan ketahanan
simpan benih, c) kualitas fisik, ditentukan oleh tingkat kebersihan,
keseragaman biji dari segi ukuran maupun bobot, kontaminasi dari benih tanaman
lain atau biji gulma, dan kadar air.
Dalam memproduksi benih
jagung bersari bebas, ada dua aspek penting yang perlu mendapat perhatian,
yaitu standar lapangan dan standar laboratorium. Standar lapangan: Isolasi
jarak 300 m atau isolasi waktu 30 hari dan campuran varietas lain (CVL)
maksimum 2% untuk benih dasar dan benih pokok, sedangkan untuk benih sebar 3%.
Standar laboratorium: Kadar air maksimum 12%, benih murni minimum 98%, kotoran
benih maksimum 2%, CVL maksimum 0% untuk benih dasar, 0,1% untuk benih pokok,
dan 1,0% untuk benih sebar, biji tanaman lainnya 0,5% untuk benih dasar dan
benih pokok, 1,0% untuk benih sebar, daya tumbuh minimum 80%. Standar lapangan
berupa isolasi jarak atau isolasi waktu diperlukan untuk mencegah terjadinya
persilangan dengan varietas lain. Standar laboratorium selain diperlukan untuk
menjamin kemurnian genetik benih, juga diperlukan untuk menjamin mutu fisiologis
benih sehingga memiliki daya tumbuh yang tinggi, lebih vigor, dan tahan
terhadap organisme pengganggu tanaman. Teknik produksi benih jagung umumnya
hampir sama dengan teknik produksi jagung secara komersial, walaupun ada
beberapa tambahan kebutuhan yang unik untuk memproduksi benih. Pertama,
kualitas benih harus lebih baik daripada kualitas biji, kesuburan lahan lebih
seragam untuk memudahkan seleksi terhadap tipe galur yang menyimpang da
fasilitas pendukung mudah tersedia saat dibutuhkan, seperti tenaga kerja untuk
pemotongan bunga jantan (detasseling), perawatan, panen, dan pascapanen
(Saenong dkk, 1999).
Jarak tanam memiliki
pengaruh terhadap produksi tanaman karena jarak tanam menentukan pertumbuhan
gulma, hama, dan penyakit yang akan berkompetisi dengan tanaman pokok. Jarak
tanam berhubungan dengan luas atau ruang tumbuh yang ditempatinya dalam
penyediaan unsur hara, air dan cahaya. Jarak tanam yang terlalu lebar kurang
efisien dalam pemanfaatan lahan, bila terlalu sempit akan terjadi persaingan
yang tinggi yang mengakibatkan produktivitas rendah. Pengaturan kepadatan
populasi tanaman dan pengaturan jarak tanam pada tanaman budidaya dimaksudkan
untuk menekan kompetisi antara tanaman. Setiap jenis tanaman mempunyai
kepadatan populasi tanaman yang optimum untuk mendapatkan produksi yang
maksimum. Apabila tingkat kesuburan tanah dan air tersedia cukup, maka
kepadatan populasi tanaman yang optimum ditentukan oleh kompetisi di atas tanah
daripada di dalam tanah atau sebaliknya. Berbagai pola pengaturan jarak tanam
pada tanaman jagung telah banyak dilakukan untuk memperoleh hasil produksi yang
optimal. Menurut pendapat Nurlaili, (2010) bahwa penggunaan jarak tanam pada
tanaman jagung dipandang perlu, karena untuk mendapatkan pertumbuhan tanaman
yang seragam, distribusi unsur hara yang merata, efektivitas penggunaan lahan,
memudahkan pemeliharaan, menekan pada perkembangan hama dan penyakit juga untuk
mengetahui berapa banyak benih yang diperlukan pada saat penanaman. Penggunaan
jarak tanam yang terlalu rapat antara daun sesama tanaman saling menutupi
akibatnya pertumbuhan tanaman akan tinggi memanjang karena bersaing dalam
mendapatkan cahaya sehingga akan menghambat proses fotosentesis dan produksi
tanaman tidak optimal.
Silaban dkk, (2013) dalam
penelitiannya diperoleh hasil yang menunjukkan bahwa dengan jarak tanam yang
lebih rapat (J1 = 70cm x 10cm) dapat meningkatkan pertumbuhan vegetatif yaitu
tinggi tanaman. Pertumbuhan tinggi tanaman yang pesat disebabkan oleh ruang
tumbuh tanaman yang semakin sempit sehingga kompetisi cahaya antar individu
semakin besar. Sedangkan bahwa penggunaan jarak tanam yang semakin rapat maka
jumlah daun semakin sedikit. Hal ini disebabkan dengan jarak tanam yang rapat
maka akan terjadi saling tumpang tindih pada daun tanaman. Selanjutnya tanaman
akan merespon dengan mengurangi pembentukan daun.
Berdasarkan pada hasil
observasi lapang tentang ”Budidaya Tanaman Jagung” yang dilakukan di Desa
Jenggawah, Kecamatan Jenggawah Kabupaten Jember diperoleh data bahwa penggunaan
jarak tanam oleh petani jagung mayoritas adalah 75 x 20 cm. Jarak tanam yang
ideal untuk tanaman jagung adalah 50 x 60 cm – 50 x 80 cm, bila dilihat dari
ketentuan tentang jarak tanama tanama jagung yang dilakukan oleh petani kurang
sesuai, akan tetapi hampir sesuai. Nurlaili, (2010) mengatakan bahwa penggunaan
jarak tanam jagung hibrida sebaiknya 50 x 20 cm dan 50 x 40 cm dengan dua benih
per lubang. Jarak tanam yang ideal untuk tanaman jagung yaitu 50 x 60 cm.
Sedangkan penggunaan jarak tanam yang baik pada tanaman jagung 50 x 40 cm dan
50 x 80 cm dengan satu tanaman. Sebaliknya penggunaan jarak tanam yang terlalu
lebar akan mengurangi efektivitas penggunaan lahan dan memberikan kesempatan
pertumbuhan gulma. Gulma merupakan tumbuhan yang tidak dikehendaki
keberadaannya pada areal budidaya tanaman, karena gulma dan tanaman budidaya
mempunyai persyaratan tumbuh yang sama dalam memperoleh cahaya, unsur hara,
air, suhu udara dan ruang tumbuh sehingga menyebabkan persaingan antara gulma
pada tanaman budidaya. Gulma juga menjadi penyebab hilangnya hasil produksi
pertanian yang hampir setara dengan resiko serangan hama dan penyakit. Masalah
serangan hama dan penyakit tanaman umumnya bersifat temporal. Sementara masalah
yang ditimbulkan oleh gulma bersifat tetap dan berulang.
Berdasarkan pada hasil
observasi lapang tentang ”Budidaya Tanaman Jagung” yang dilakukan di Desa
Jenggawah, Kecamatan Jenggawah Kabupaten Jember diperoleh data bahwa pemupukan
tanaman jagung dilakukan oleh petani dengan menggunakan jenis pupuk anorganik
berupa pupuk Urea. Dosis yang diberikan oleh petani adalah 160 kg per m2/ha,
dengan periode pemupukan sekitar 2 – 3 kali selama satu musim tanam. Pemupukan
dilakukan pada saat tanam dengan dosis 60 kg per m2/ha dan 100 kg m2/ha
pada tanaman usia 45 HST. Hasil jagung dapat ditingkatkan dengan pemupukan yang
tepat, baik dosis dan waktu maupun jenis pupuk yang diberikan. Hara N, P, dan K
merupakan hara makro yang sangat penting bagi pertumbuhan tanaman. Sumber hara
N, P dan K dapat berasal dari pelapukan mineral tanah, bahan organik, air
irigasi, dan pemupukan. Sedangkan menurut Kasno dan Kustaman, (2013) pemberian
pupuk NPK 15-15-15 nyata meningkatkan bobot pipilan kering biji jagung.
Pemupukan NPK majemuk 15-15-15 sebanyak 50 kg/ha nyata meningkatkan bobot
pipilan kering biji jagung. Bobot pipilan kering biji jagung tertinggi dicapai
pada pemupukan 300 kg/ha NPK 15-15-15 dan nyata dibandingkan dengan dosis 50
kg/ha. Dengan demikian dapat dikatakan dosis optimum NPK 15-15-15 untuk tanaman
jagung adalah 300 kg/ha + 250 kg urea/ ha dengan bobot pipilan kering biji
jagung 6,05 t/ha. Pupuk NPK majemuk tidak dapat digunakan secara mandiri, harus
ditambah pupuk urea sebagai sumber N. Kesimpulan dadi hasil tersebut adalah
kegiatan pemupukan tanaman jagung oleh petani di Desa Jengggawah, Kabupaten
Jember masih kurang tepat, karena hanya mnggunakan pupuk Urea dengan dosis 160
kg / ha, sedangkan sesuai standart pemupukan tanaman jagung adalah 300 kg NPK
(Phonska)/ha + 250 kg urea/ ha.
|
Sumber gambar 4.2.1:
Kasno dan Rostaman, (2013)
BAB
5. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1
Kesimpulan
Berdasrkan hasil
observasi lapang di Desa Jenggawah, Kabupaten Jember tentang budidaya tanaman
pangan dan pembahasan di atas, maka dapat disimpulkan bahawa.
1. Usaha
peningkatan produksi tanaman jagung dapat diupayakan dengan penambahan luas
areal panen, penyediaan benih unggul, aplikasi pupuk secara tepat dan
penambahan bahan organik yang cukup dan pengelolaan tanaman terpadu.
2. Pesrsiapan
benih sebelum ditanam harus diawali dengan pemeriksaan kualitas benih yang
memiliki kriteria unggul, sehat, dan berdaya tumbuh tinggi. Selain itu benih
diusahakan harus bebas dari gangguan hama dan penyakit.
3. Jarak
tanam sangat berpengaruh terhadap produksi tanaman jagung karena kaitannya
dengan persaingan antar populasi atau dengan gulma dalam hal perbutan nutrisi,
cahaya, dan ruang tumbuh tanaman.
4. dosis
pupuk yang diberikan oleh petani jagung di Desa Jenggawah, Kabupaten Jember
tidak sesuai dengan ketentuan atau standart pemupukan yang ada.
5.2
Saran
Kegiatan praktikum sudah
berjalan sesuai rencana dan harapan kita semua, namun didalam pelaksanaan
praktikum masih terdapat beberapa kendala tentang pengetahuan praktikan tentang
budidaya tanaman jagung yang masih kurang. Alangkah baiknya jika praktikan
memiliki wawasan yang sedikit luas tentang budidaya tanaman jagung sehingga
dapat membantu petani dalam memecahkan berbagai masalah dalam berbudidaya
tanaman jagung.
DAFTAR
PUSTAKA
Agato
dan Narsih. 2011. Pengembangan Hasil Pertanian (Jagung) Menjadi Produk Susu
Jagung Dan Kerupuk Jagung. Teknologi pangan, 2(1): 86-94.
Amin, M, dan Zaenaty.
2012. Respon Petani Terhadap Gelar Teknologi Budidaya Jagung Hibrida Bima 5 Di
Kabupaten Dongggala. Agrika, 6(1): 34-47.
Armando, Y.,G. 2009.
Peningkatan Produktivitas Jagung Pada Lahan Kering Utisol Melalui Penggunaan
Bokashi Serbuk Gergaji Kayu. Akta agrosia, 12(2): 124-129.
Bianca, M.,C. H,V. Es. J,
Melkonian. 2012. Adapt-N Increased Grower Profits and Decreased Environmental N
Losses in 2011 Strip Trials. Cornell, 22(2): 1-24.
Bustami, G. 2012. Upya
Peningkatan Produski dan Pasar Luar Negeri. Jakarta: Warta ekspor.
Hadijah, A.,D. 2010.
Peningkatan Produksi Jagung melalui Penerapan Inovasi Pengelolaan Tanaman
Terpadu. Iptek tanaman pangan, 5(1): 64-73
Jemrish, H.,H. Sonabi, D,
Prajitno, A. Syukur. Pertumbuhan Dan Hasil Jagung Pada Berbagai Pemberian Pupuk
Nitrogen Di Lahan Kering Regosol. Ilmu pertanian, 16(1): 77-89.
John, S.B, Lang, D,
Barker. 2011. Sulfur Fertilization Response in Iowa Corn Production. Better
crop, 95(2): 8-11.
Kasno, A, T, Rostaman.
2013. Serapan Hara dan Peningkatan Produktivitas Jagung dengan Aplikasi Pupuk
NPK Majemuk. Tanaman pangan, 32(3): 179-186.
Marliah, A, Jumini,
Jamilah. 2010. Pengaruh Jarak Tanam Antar Barisan Pada Sistem Tumpangsari
Beberapa Varietas Jagung Manis Dengan Kacang Merah Terhadap Pertumbuhan Dan
Hasil. Agrista, 14(1): 30-39.
Nelson dan Kaisi. 2011.
Agronomic and Economic Evaluation Of Various Furrow Irrigation Strategies For
Corn Production Under Limited Water Supply. Soil and water, 66(2):
114-121.
Nurlaili,. 2010. Respon
Pertumbuhan Tanaman Jagung (Zea Mays L.) dan Gulma Terhadap Berbagai Jarak
Tanam. Agronobis, 2(4): 19-29.
Ross, R. Bender, J, W,
Hegele, Matias, Ruffo, F, E, Below. 2013. Modern Corn Hybrids’ Nutrient Uptake
Patterns. Better crop, 97(1): 7-11.
Saenong, S. M, Azrai, R,
Arif, Rah,awati. 1999. Pengelolaan Benih Jagung. Maros, 1(1):
145-174.
Silaban, E.,T. E, Purba,
J, Ginting. 2013. Pertumbuhan Dan Produksi Jagung Manis (Zea mays sacaratha
Sturt. L) Pada Berbagai Jarak Tanam Dan Waktu Olah Tanah. Agroteknologi, 1(3):
808-818.
Sutoro. 2012. Kajian
Penyediaan Varietas Jagung untuk Lahan Suboptimal. Iptek tanaman pangan,
7(2): 108-105.
Syukur, M dan A,
Riflianto. 2013. Jagung manis. Jakarta: Penebar swadaya.
Warisno, 1998. Jagung
hibrida. Yogyakarta: Kanisius.
0 comments:
Post a Comment